Proses belajar merupakan proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif, baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotorik, yang berkaitan erat dengan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tersebut ada interaksi guru dan siswa dalam lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Oleh sebab itu, peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Memberdayakan semua potensi siswa untuk menguasai kompetensi dan tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini dapat dicapai melalui pengalaman-pengalaman yang mereka lakukan. Semakin banyak pengalaman yang dilakukan siswa, maka akan semakin kaya, luas, dan sempurna dalam membangun pengetahuan dan keterampilan mereka guna melatih siswa untuk berpikir kreatif, berkomunikasi, dan memecahkan masalah. Sehingga siswa harus dijadikan sebagai pusat kegiatan dalam proses belajar untuk mendapatkan pengalaman secara maksimal.
Kali ini penulis berbagi pengalaman mengenai bagaimana membangun pengetahuan dan keterampilan siswa melalui pengalaman dengan menerapkan model Experiential Learning. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh David Kolb (1980-an) yang menekankan pada pembelajaran holistik dalam proses belajar. Pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar sehingga penekanan inilah yang membedakan Experiential Learning Theory dari teori belajar lainnya. Teori ini mendefinisikan bahwa belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui perpaduan antara memahami dan tranformasi pengalaman (experience). Menurut Baharuddin & Wahyuni (2010) tujuan dari pembelajaran ini adalah mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa, dan memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang sudah ada.
Pembelajaran ini memberi serangkaian situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dengan mengarahkan siswa untuk mendapatkan pengalaman lebih banyak melalui keterlibatan secara aktif dibandingkan bila mereka hanya membaca suatu materi atau konsep. Oleh sebab itu, pembelajaran ini bersifat terbuka dan siswa harus mampu membimbing dirinya sendiri dibantu oleh guru.
Kelebihan pembelajaran ini adalah dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, mendorong terbentuknya berpikir kreatif, mendorong siswa untuk melihat suatu hal dari perspektif yang berbeda, dan mengingkatkan semangat serta motivasi belajar.
Walaupun begitu, juga terdapat kekurangan seperti membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk menciptakan konsep baru dan juga tidak semua siswa memiliki motivasi yang cukup untuk melakukan tahapan-tahapan Experiential Learning, terlebih untuk menemukan konsep. Siswa yang cenderung pastif lebih suka untuk menerima konsep langsung dari guru. Sehingga peran guru dituntut sangat besar untuk menciptakan situasi belajar yang unik dan menarik sehingga siswa tertarik untuk terlibat dalam pengetahuan konkrit.
Menurut Kolb, Experiential Learning terdiri dari empat tahapan. Penulis akan mendeskripsikan tahapan-tahapan tersebut setelah diterapkan pada pembelajaran matematika materi lingkaran di kelas.
Pada saat pembelajaran berlangsung diawali dengan salam dan disampaikan tujuan pembelajaran yaitu tentang pendekatan nilai (phi) dan keliling lingkaran. Kemudian guru memberi apersepsi dengan meminta siswa mengumpulkan dan menyebutkan benda-benda di sekitarnya atau yang telah mereka bawa dari rumah yang berbentuk lingkaran. Pada saat itu siswa sangat antusias mencari benda-benda tersebut dan mereka letakkan di atas meja, kemudian menyebutkan nama benda-benda tersebut. Ada yang membawa piring, tutup toples, cangkir, bros, koin, dll. Kemudian siswa diminta untuk mengingat kembali tentang unsur-unsur lingkaran serta hubungannya antara jari-jari dan diameter.
Memasuki pembelajaran inti, kelas dibentuk menjadi enam kelompok dengan masing-masing kelompok 5 siswa. Guru membagikan LKPD dan memberikan arahan materi yang akan dipelajari dan langkah-langkah yang akan dikerjakan.
1. Tahap Concrete Experience (CE)
Pada tahap ini, siswa dituntut terlibat secara aktif dalam pengalaman baru dan mengalami kejadian yang belum dimengerti oleh siswa. Siswa dapat melihat, mendengar, dan memandang persoalan dari sudut pandang yang berbeda sehingga menemukan makna pembelajaran. Siswa sangat perlu berpikir secara terbuka, mudah beradaptasi, dan intuitif. Guru bertindak sebagai pembuat situasi yang melibatkan siswa dalam pengalaman konkrit dan pemberi rangsangan serta memotivasi pengenalan terhadap pengalaman.
Pada saat pembelajaran, siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menentukan benda-benda mana yang akan digunakan. Pada salah satu kelompok, mereka memilih cangkir, solasi, tutup toples, bros, dan koin. Kemudian juga menyiapkan tali, penggaris, dan alat tulis. Siswa juga mendiskusikan bagaimana cara mengukur diameter dan keliling benda yang dipilih dengan menggunakan peralatan yang telah mereka siapkan. Tahap ini berlangsung dengan cukup ramai namun tertib, dengan berbagai cara dan ide dari masing-masing. Ada yang bingung, ini mau diapakan? Ada yang menggambar di kertas dengan menjiplak lingkaran, ada yang langsung menggunakan penggaris, dan akhirnya ada juga yang terpikir menggunakan tali.
2. Tahap Reflective Observation (RO)
Pada tahap ini, siswa dituntut mengamati kejadian dalam pengalaman konkrit yang telah dilakukan. Siswa melakukan pengamatan yang fokus terhadap ide-ide dan pemahaman terhadap situasi yang dihadapi saat melaksanakan CE. Refleksi tersebut menjadi suatu dasar konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan aplikasi dalam situasi atau konteks yang lain berupa kegiatan pengamatan, pemeriksaan, analisis, dan evaluasi.
Siswa mengukur panjang diameter benda-benda itu menggunakan penggaris. Setelah mengetahui panjang diameternya, siswa mengukur keliling benda-benda itu menggunakan bantuan tali dengan cara menempelkan tali pada bagian tepi benda, kemudian panjang tali diukur menggunakan penggaris. Yang paling menarik pada kegiatan ini, pada saat pengukuran diameter dan keliling benda-benda tersebut, siswa berhati-hati dan berusaha teliti supaya hasil pengukurannya tepat dan pas. “Neh, nak diukur ulang ni, pastike yang kito bener. Teliti lagi,” salah satu dari mereka terus semangat mengajak temannya untuk memeriksa kembali apa yang telah dilakukan.
Kemudian siswa mencari nilai perbandingan antara keliling dan diameter benda-benda tersebut. Setelah didapat nilai perbandingan dari masing-masing benda, mereka menentukan nilai rata-rata dari perbandingan tersebut dengan menjumlahkan perbandingan-perbandingan itu, kemudian dibagi dengan banyaknya benda. Siswa menuliskan apa yang mereka amati, periksa, dan analisis pada tabel yang ada pada LKPD.
3. Tahap Abstract Conceptualization (AC)
Pada tahap ini siswa berpikir menemukan konsep baru berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan. Siswa dituntut untuk berusaha menyusun konsep, teori, dan ide. Guru berperan membimbing proses penyusunan konsep baru agar konsep yang diterima oleh semua siswa seragam dan tidak miskonsep.
Setelah mendapatkan nilai rata-rata dari hasil perbandingan antara keliling dan diameter benda-benda itu, setiap kelompok menyimpulkan adari kegiatan yang telah mereka lakukan. Apa yang dapat disimpulkan mengenai nilai (phi) dari kegiatan di atas? Siswa secara tak sadar ada yang bilang, “Oh ini ya ternyata nilai (phi) ini toh, bandingi diameter sama keliling.”
Kemudian setelah mendapatkan pendekatan nilai (phi) dari kegiatan sebelumnya, setiap kelompok diminta untuk mengisi tabel kedua yaitu mencari keliling lingkaran jika diameternya diketahui. Setelah itu, diminta juga untuk menyimpulkan bagaimana cara mencari keliling lingkaran. Siswa dalam kelompok merumuskan kesimpulan dari kegiatan yang telah mereka lakukan. Sehingga guru tidak bertindak sebagai memberi informasi, namun siswa yang harus menemukan konsep baru berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan dengan tetap dibimbing guru.
Ketika semua kelompok telah merumuskan kesimpulannya masing-masing, siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian. Saat presentasi salah satu kelompok selesai, siswa yang lain diminta untuk menanggapi. Pada saat ini yang paling menarik adalah dari beberapa kelompok ada yang berbeda-beda ternyata nilai (phi) yang diperoleh waupun berbeda dua digit dibelakang koma. Dari sini bisa lebih dipahami kesalahan-kesalahan yang dilakukan, seperti pengukuran yang kurang teliti, perhitungan yang belum tepat, maupun kesalahan lainnya. Tapi setelah mereka menyadari kesalahan masing-masing, mereka jadi menyimpulkan, nilai (phi) yang tepat adalah 3,14 atau 22/7.
4. Tahap Active Experimentation (AE)
Pada tahap ini, siswa menerapkan teori atau konsep baru yang telah ditemukan ke dalam suatu pengalaman baru. Pengalaman belajar yang dilakukan pada tahap ini merupakan pengalaman yang berkaitan dengan pengalaman yang sudah diperoleh pada aktivitas belajar sebelumnya. Penerapan konsep, teori, dan ide yang telah tersusun dalam pengalaman baru merupakan uji validitas dan usefulness dari konsep, teori, dan ide iersebut.
Setelah setiap kelompok selesai mempresentasikan hasil diskusinya masing-masing, siswa diberikan permasalahan yang berhubungan dengan pendekatan nilai (phi) dan keliling lingkaran. Siswa menggunakan pengetahuan yang telah didapat dari diskusi sebelumnya untuk menjawab masalah tersebut. Siswa diminta mengumpulkan hasil jawaban dan membuat rangkuman pembelajaran pada hari itu. Kemudian menginformasikan kegiatan untuk pertemuan selanjutnya dan ditutup dengan salam.
Saran yang dapat diberikan penulis dalam menerapkan pembelajaran ini, guru harus sebaiknya memperhatikan hal-hal: merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka yang memiliki hasil-hasil tertentu termasuk dalam manajemen waktu, harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi, kelas dibuat menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing 4-5 siswa, siswa ditempatkan pada situasi-situasi nyata yang bukan dalam situasi pengganti (misalnya siswa membuat mobil-mobilan dengan menggunakan potongan-potongan kayu, bukan menceritakan cara membuat mobil-mobilan), dan keseluruhan kelas menceritakan kembali tentang apa yang dialami sehubungan dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.
Dengan pembelajaran seperti yang telah diceritakan penulis di atas, pandangan umum bahwa membangun pengetahuan dan keterampilan itu dapat dicapai dengan pengalaman-pengalaman yang harus dirancang oleh guru dengan mengarahkan siswa untuk mendapatkan pengalaman lebih banyak terus diingat oleh mereka. Jadilah guru yang aktif, kreatif, inovatif, dan dapat menyesuaikan antara tujuan kurikulum maupun materi di buku dengan situasi dan kondisi di lapangan. Semangat berkarya dan terus menginspirasi!
No comments:
Post a Comment