Keteladanan; Pilar Utama Membentuk Karakter Anak Bangsa dalam Mengadapi Tantangan Revolusi Industri dan Tuntutan Abad 21

Persoalan budaya dan karakter bangsa selalu menjadi sorotan tajam hingga saat ini. Revolusi industri 4,0 dan tuntutan abad 21 dalam perkembangan IPTEKS, gaya hidup, cara berinteraksi, kompetensi dalam dunia kerja, keterampilan berpikir kritis, dan kreatif, serta kemampuan mengambil keputusan harus diimbangi dengan karakter mulia yang dimiliki.  Penerus bangsa menjadi tumpuan berbagai pengharapan akan perubahan bangsa. 
Keteladanan; Pilar Utama Membentuk Karakter Anak Bangsa dalam Mengadapi Tantangan Revolusi Industri dan Tuntutan Abad 21
Keteladanan; Pilar Utama Membentuk Karakter Anak Bangsa dalam Mengadapi Tantangan Revolusi Industri dan Tuntutan Abad 21
Banyak orang gelisah terhadap perilaku kehidupan bangsa, seperti degradasi dan demoralisasi yang tidak hanya terjadi pada para pelanggar hukum, namun juga telah menjalar dan mengakar pada para pemimpin negara yang seharusnya menjadi teladan. Data Indonesia Corruption Watch (ICW), selama 2004-2010 sebanyak 147 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Dari provinsi sebanyak 18 gubernur dan satu wakil gubernur terjerat korupsi. Sementara di tingkat kabupaten/ kota terdapat 84 bupati dan 17 walikota juga terjerat kasus yang sama. Bahkan di 2018 KPK tangani 178 kasus korupsi, terbanyak yang terlibat adalah legislatif, dan kaleindoskop 2018 menunjukkan terdapat 29 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Terlebih lagi ditemukan korupsi paling banyak di sektor pendidikan. 

Dunia pendidikan yang merupakan kawah candradimuka penggemblengan moral anak bangsa yang seharusnya menjadi teladan pun tak lepas dari sorotan negatif. Oleh sebab itu, sektor pendidikan pun menjadi bagian vital dalam penyelesaian permasalah karakter. 

Pendidikan karakter bangsa diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif. Ruang lingkup dalam upaya membangun karakter bangsa tersebut meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang harus bekerja sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 

Dalam mewujudkannya, pendidikan karakter memiliki kekhasan tertentu, sebab merupakan pendidikan kepribadian yang memerlukan sebanyak mungkin pembiasaan dan keteladanan. Dalam teori ‘Mekanisme Belajar’ (David O Sears dalam Hurlock; 1995), terdapat tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak, yaitu classical conditioning (asosiasi), reinforcement, dan imitation (meniru). Mekanisme yang paling kuat adalah imitasi sebab seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan cara meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Hal ini pun disampaikan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, dalam salah satu filosofi pendidikan yang menyebutkan Ing Ngarso Sung Tulodho. Makna yang disampaikan adalah seorang pendidik hendaknya memerikan teladan yang baik kepada anak didiknya.

Banyak nilai-nilai yang menjadi acuan dalam membangun karakter anak bangsa, dan hal ini tidak disadari oleh berbagai pihak. Hingga akhirnya terjadi beberapa kesalahan yang dilakukan oleh anggota lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Berikut dijabarkan beberapa kesalahan dalam kehidupan sehari-hari yang sering dilakukan.

1. Nilai Religius

Kesalahan yang dilakukan adalah orangtua yang menasehati anaknya untuk shalat dan puasa, tetapi dia sendiri tidak pernah menjalankan ibadah tersebut. Kesalahan lain: sering bel pulang, sekolah mewajibkan shalat dhuhur berjamaah, namun hanya satu dua guru saja yang mendampingi siswa, karena ia bertugas sebagai imam shalat, sedangkan guru lainnya memilih untuk langsung pulang. 

Contoh kesalahan di atas berakibat anak menjadi malas menjalankan kewajiban beragama karena orang dewasa hanya menasehati tanpa memberikan teladan, bahkan ada yang melanggar kewajiban itu. 

2. Nilai Toleransi

Kesalahan yang dilakukan adalah orangtua menasihati anaknya untuk bertoleransi, tetapi orangtua sendiri menghujat kelompok yang berbeda dengan dirinya dengan sumpah serapah dan kata-kata yang kurang baik dan berlebihan, hingga terkadang tidak pantas didengar anak. Kesalahan lain : guru mengajarkan kepada anak tentang toleransi, tetapi saat anak bertanya agak lebih kritis dari yang lain, guru tersinggung, merasa tidak dihormati, dan mengambil tindakan frontal seperti mengusir anak keluar kelas, memberi nilai jelek, dll. 

Contoh kesalahan orang dewasa yang lebih suka main hakim sendiri mengakibatkan anak anti perbedaan dan merasa segala hal yang tidak sesuai dengan diri dan kelompoknya berhak untuk diadili.

3. Nilai Disiplin

Kesalahan yang dilakukan adalah orangtua mewajibkan anak belajar dan melarang menonton televisi, akan tetapi mereka sendiri melakukan hal yang sebaliknya. Kesalahan lain : sekolah mengharuskan siswa mematuhi tata tertib, akan tetapi guru sering telat dan tidak menunaikan kewajibannya untuk mengajar. Saat kerja bakti di desa, banyak masyarakat dari ekonomi menengah ke atas tidak turut berpartisipasi, padahal kerja bakti tersebut diwajibkan untuk seluruh warga. 

Sikap disiplin meliputi banyak hal diantaranya menghindari perilaku tidak baik, menghindari skes di luar nikah, narkoba, alkohol, rokok, dan perilaku berbahaya lainnya. Akan sanga berbahaya jika sejak kecil anak terbiasa menemui perilaku indisipliner pada orang dewasa. 

Dari beberapa contoh di atas, keteladanan merupakan salah satu pilar utama yang sangat penting untuk diterapkan dalam pendidikan karakter bangsa. Perilaku imitasi menjadi mekanisme paling kuat, karena anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa. Perilaku positif yang ditunjukkan orang dewasa akan menghasilkan perilaku positif pada anak. Pendidikan karakter bangsa melalui keteladanan ini tidak dapat dilakukan secara instan, membutuhkan proses yang panjang, karena harus dilakukan melalui pembiasaan dan membutuhkan keteladanan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya. 

No comments:

Post a Comment