MATEMATIKA PAHALA ; Menginvestasikan Pahala sebagai Royalti Ibadah

Saat kita bekerja untuk orang lain, setelah perkerjaan itu selesai dilaksanakan, maka kita pun akan mendapatkan upah. Upah inilah yang dimaksudkan sebagai imbalan dari jasa kerja yang telah kita lakukan. Begitu pun saat kita berwirausaha atau berbisnis secara mandiri; setelah bekerja kita akan mendapatkan keuntungan dari usaha atau bisnis yang kita jalankan. Keuntungan itu adalah hasil dari usaha yang kita kerjakan. Hal di atas merupakan analogi yang paling sederhana tentang konsep pahala. 

Fakta dari sebuah ibadah bukan hanya sekedar perintah yang tidak ada apa-apanya, tetapi Allah menyediakan upah yang namanya pahala. Perolehan upah tentu harus didahului oleh adanya ibadah. Inilah konsep baku dari ibadah dan pahala.
 
MATEMATIKA PAHALA ; Menginvestasikan Pahala sebagai Royalti Ibadah
MATEMATIKA PAHALA ; Menginvestasikan Pahala sebagai Royalti Ibadah

Banyak berbagai ragam pahala. Seperti halnya kita bisa memperoleh keuntungan uang dengan berbagai cara. Besar kecilnya keuntungan tergantung pada jenis dan kecerdikan kita dalam mengelola kerja yang digeluti. Gambaran tersebut sama persis dengan perolehan pahala, sama-sama bekerja namun hasilnya beda. Agar ibadah bernilai pahala, harus ada dua syarat yang terpenuhi, yaitu harus memenuhi syarat-rukunnya dan dilakukan dengan ikhlas. Antara keduanya saling terkait. Pemenuhan syarat pertama supaya ibadah kita sah dan tidak tertolak, sementara pemenuhan syarat kedua agar ibadah yang sudah sah itu diterima Allah dan bernilai ibadah.

Dalam berpahala, ada pahala yang baru bisa diperoleh jika seseorang secara langsung melakukan ibadah sehingga saat ibadah itu berhenti dilakukan, konsekuensinya pahala dengan sendirinya tidak ada. Hal ini istilah pahala bersifat stagnan. Namun ada pula pahala yang berkesinambungan dan mengalir terus menerus meski alam ibadah yang sebelumnya dilakuka sudah berhenti tidak dikerjakan. Dan ini adalah pahala yang berupa investasi.
 
Investasi pahala merujuk pada hadist Rasullullah SAW : 
“Apabila anak cucu Adam sudah mati, maka putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga hal, yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan orangtuanya.” (HR. Muslim).
 
Ada beberapa kesimpulan yang bisa kita temukan dari hadist ini. Pertama, ketika kita sudah mati, maka kita tidak akan bisa beramal, bertindak, dan melakukan apa saja seperti yang dilakukan semasa hidup kita. Kedua, meski sudah meninggal dunia dimana kita tidak lagi mampu melakukan amal kebajikan, ada tiga hal yang oleh Allah masih dianggap sebagai amal kebajikan. Secara lahiriah orang yang sudah meninggal tersebut tidak bisa berbuat kebajikan, namun mereka dianggap masih berbuat kebajikan seperti orang yang masih hidup, konsekuensi ia tetap mendapat pahala dari amal tersebut. Ini disebabkan tiga hal itu merupakan jerih payah dan kerja keras yang kita upayakan sebelumnya. Setelah meninggal, tinggal memetik buahnya.
 
Tiga hal tersebut sama seperti investasi. Jika kita menanam investasi, maka meskipun kita tidak bekerja, kita masih bisa menuai hasil dari investasinya itu. Tiga hal tersebut merupakan investasi pahala. Dapat dikatakan sebab jika kita memiliki tiga amal kebajikan tersebut, kita akan mendapatkan aliran pahala secara terus-menerus dan berkesinambungan.  Oleh sebab itu, pahala sebenarnya masih bisa bertambah dari jumlah aslinya.
 
Tiga investasi pahala yang dimaksud adalah yang pertama Shadaqoh Jariyah. Shadagoh jariyah adalah sedekah yang mempunyai nilai manfaat baik secara pribadi maupun secara umum dalam jangka waktu yang bukan hanya sekejap dan bersifat terus berkesinambungan. Dengan bershadaqoh jariyah, kita akan mempunyai investasi pahala yang bunganya selalu bertambah dan terus bertambah. Tentu, besaran presentase bunga pahala ini disesuaikan dengan besaran amal jariyah kita. Semakin besar jumlah shadaqoh jariyah, maka semakin banyak presentase bunga pahala yang diperoleh. Pun sebaliknya. 

Berarti dengan sekali saja melakukan shadaqoh jariyah, kita berpeluang mendapatkan bunga pahala yang besar? Ya! Bukan cuma berpeluang, namun ini sudah kepastian. Dengan melakukan shadaqoh jariyah sekali saja, jumlah pahala kita akan selalu bertambah, dan ini mungkin tanpa kita sadari.
 
Ada banyak macam sekedah yang termasuk shadaqoh jariyah antara lain: shadaqoh untuk pembangunan sarana ibadah seperti masjid dan mushala, shadaqoh untuk pembangunan sarana umum seperti jalan, jembatan umum, rumah sakit, klinik, posko penjagaan keamanan, lampu penerangan, tempat pembuangan sampah, pengairan, sekolah-sekolah, panti jompo, panti asuhan, dan lainnya. Tempat-tempat tersebut digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umat. Maka, siapapun yang membangun atau ikut menyumbang baik berupa material maupun non material akan diberi pahala oleh Allah.
 
Kedua, ilmu yang bermanfaat. Kita diwajibkan untuk menuntut ilmu tanpa mengenal usia dari buaian ibu hingga ke liang lahat. Pahala mencari ilmu sangat besar, apalagi mengajarkannya. Bahkan bagi para pengajar ilmu akan mendapatkan pahala dari pengajaran yang dilakukan, sekaligus mendapatkan aliran pahala atas dasar amal baik murid-muridnya yang mempraktekkan pengajarannya. Inilah yang disebut investasi pahala yang diperoleh dari mengamalkan ilmu.
 
Akan tetapi, perlu dipahami bahwa bukan hanya seorang guru saja yang bisa mendapatkan investasi ilmu ini, ada banyak amal lain yang bsa dikategorikan sebagai investasi ilmu yang juga akan mengalir pahala secara terus menerus. Itu artinya masih banyak pula profesi yang bisa menyebabkan seseorang bisa memiliki investasi ilmu tersebut. 

Misalnya, pelopor atau perintis kebaikan (sama artinya dengan mengajarkan kebaikan kepada orang lain). Pelopor menciptakan tradisi kebaikan yang kemudian tradisi itu dilestasikan seperti memulai melakukan tadarrus Al-Qur’an di masjid, mengajak pemuda-pemudi membersihkan tempat ibadah setiap hari libur, atau mengajak rekan kerja sekantor untuk melaksanakan sholat wajib di awal waktu dan berjamaah. Hal lainnya bisa seperti menerbitkan tulisan, buku, atau menyebarkan ilmu melalui media sosial sesuai ilmunya, dan nantinya akan dibaca orang kemudian isinya akan diamalkan. Semakin banyak tulisan yang terbit atau buku terjual, berarti semakin banyak orang yang membacanya. Dan semakin banyak orang yang membacanya, semakin banyak pula yang mengamalkannya. Jika hal ini benar-benar terjadil, maka semakin banyak pula transfer pahala masuk ke rekening pahala kita. Hal yang sama juga terjadi pada para penjual buku maupun media yang bersangkutan.
 
Ketiga, anak shalih yang senantiasa mendoakan orang tuanya. Kebedaan anak tersebut adalah sebuah aset investasi hidup bagi kedua orangtua dan ada keuntungan ganda yang diperoleh, mungkin bisa dirasakan di dunia sekaligus di akhirat.
 
Memiliki anak shalih shalihah bukanlah sebuah kebetulan. Butuh perjuangan panjang dan berat bagi orangtua. Anak ibarat sebuah pohon. Waktu kecil pohon butuh perawatan yang ekstra agar nantinya bisa tumbuh menjadi pohon yang baik dengan banyak buah yang berkualitas. Saat pohon itu besar dan benar-benar berbuah banyak, layak bagi sang pemilik untuk menikmati buahnya. Anak yang shalih shalihah adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai harganya.
 
Fantantisnya amal-amal yang nilai pahalanya dianggap sebagai investasi oleh Allah hingga pahala tersebut terus berbunga. Tentu ada alasan mengapa hal itu bisa terjadi. Yang jelas, kenyataan ini mengisyaratkan kita supaya pandai-pandai menginvertasikan pahala dengan maksimal sebagai royalti dari ibadah. Salam investasi! (TN)

No comments:

Post a Comment