Profil

Mari Melakukan Refleksi pada Diri Kita : Sudahkah menjadi Guru yang Sukses dan Terbaik untuk Siswanya?

Pada suatu pagi di jam pertama selepas upacara bendera, seorang murid dimarahi gurunya. Bahkan dia dicaki-maki karena dianggap bodoh, tidak bisa mengerjakan soal padahal sudah di bahas di pertemuan sebelumnya. “Dasar bodoh! Soal semudah ini kok tidak bisa? Mending berhenti sekolah saja!” kata sang guru dengan suara tinggi. Si murid tertunduk malu bercampur takut. Suasana kelas menjadi hening seketika. Semua siswa menunduk dan tak seorang pun berani  berbicara. Semua terdiam dan bungkam tanpa kata. Lantaran tak tahan, murid itu mengambil tasnya di meja dan berjalan keluar meninggalkan ruang kelasnya sambil menangis. 

Kejadian di atas pernah terjadi, bahkan sampai sekarang pun masih terjadi di beberapa sekolah. Lantas, apa yang terbesit di kepala kita dari kejadian tersebut? Apa yang kita lakukan jika diposisi murid itu, atau menjadi orangtua dari murid tersebut, atau bahkan jadi rekan kerja guru tersebut di sekolah itu?
Mari Melakukan Refleksi pada Diri Kita : Sudahkah menjadi Guru yang Sukses dan Terbaik untuk Siswanya?
Mari Melakukan Refleksi pada Diri Kita : Sudahkah menjadi Guru yang Sukses dan Terbaik untuk Siswanya?

Banyak pelajaran berharga yang patut kita ambil dari kejadian di atas. Sistem pendidikan dan metode pengajaran di dalam kelas sebaiknya tidak otoriter, langsung menvonis seorang murid bodoh, bermasalah, atau tidak dapat memahami pelajaran. Terlebih disertai caci-maki yang merendahkan mental serta meruntuhkan semangat belajar setiap murid. Haruskah pihak sekolah dan setiap guru intropeksi diri : jangan-jangan sistem atau metode pengajaran kita yang salah – tidak tepat, masih memakai sistem kuno, ekstrim, dan tidak manusiawi. Apalagi sekarang, di abad 21 ini pendidikan di Indonesia telah diwajibkan menerapakn Kurikulum 2013 yang menuntut pencapaian kualitas kompetensi yang mumpuni, membudayakan program literasi, dan pembentukan karakter.

Tokoh penting pendidikan seperti Paulo Preire di Brazilia ataupun Ki Hajar Dewantara di Indonesia sangat menekankan pentingnya pendekatan aspek manusiawi. Murid bisa dibentuk jadi manusia sejati itu sangat bergantung pada kompetensi atau kemampuan guru mengajar mereka di dalam kelas. Yang terpenting dan dibutuhkan setiap guru adalah kebijaksaaan dalam mengajar: menyampaikan pelajaran kepada murid dengan cara yang lebih bijaksana. Guru yang sukses atau yang berhasil membuat murid-muridnya sukses adalah guru yang bijaksana.

Sebagai guru, kita harus paham bahwa guru merupakan pencipta perubahan dan pencetak pemimpin masa depan. Guru menjadi investor terbesar masa depan sumber daya manusia bagi bangsa. Guru adalah profesi yang mulia dan menyenangkan, profesi yang tidak pernah ditinggalkan orang, dan jasanya tidak dapat dibeli dengan apapun. 

Guru sukses adalah guru yang menambah pengetahuan dan mengubah sikap dan tindakan muridnya dengan berbagai cara dan metode pengajaran yang menyenangkan. Hal ini harus dibarengi dengan perkembangan IPTEKS dan dibentengi ilmu agama. Harus diakui, banyak guru yang masuk ke dalam ruangan kelas dan kemudian mengajar, tetapi sekadar memenuhi kewajibannya sebagai guru. Mereka merasa telah melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan baik, tanpa pernah mencoba merenungi apakah pelajaran yang diberikan kepada muridnya itu benar-benar mencapai tujuan. Harus disadari, bahwa tugas kita saat mengajar adalah memberikan tambahan imu pengetahuan kepada mereka. Apa pun bidang studi yang kita ajarkan, sejatinya haruslah menambah wawasan mereka. Bertambah dari hari ke hari atau dari pertemuan ke pertemuan berikutnya. Selalu ada sesuatu yang baru yang mereka ketahui dari kita. Pabila tidak bertambah, apa gunanya mereka datang ke sekolah untuk belajar dan apa gunanya kita mengajar mereka?

Tak hanya itu, penambahan ilmu pengetahuan juga harus mengubah sikap dan tindakan  mereka terhadap sesuatu yang selama ini keliru. Sikap dan tindakan mereka  menjadi semakin baik  atau benar, serta menemukan nilai-nilai kehidupan baru yang positif. Jadi, mengajar yang terbaik tidak menciptakan eksklusivisme, tetapi membuka sosialisasi dan pergaulan yang luas kepada semua murid. 

Guru terbaik adalah guru yang tidak butuh julukan ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’, karena apa yang dia ajarkan adalah bagian dari iman. Menjadi guru memang berat, oleh sebab itu tidak semua orang mau dan mampu menjadi guru. Menjalani profesi ini harus penuh kesungguhan, pengabdian, dan tanggung jawab. Guru terbaik adalah juga guru yang bukan hanya tempat belajar bagi muridnya, tapi juga tempat berguru bagi guru lainnya. Kompetensi mengajarnya yang sangat baik hingga disukai dan dihormati oleh murid, guru, dan semua orang yang ada di lingkungan tempatnya mengajar. Kompetensi yang dimilikinya menjadi semboyan teaching is my life. Kehadirannya pun tidak pernah membikin resah, tapi menjadi teladan murid dan koleganya, bahkan memberi berkah.

Harus diakui, proses mengajar dan belajar di setiap kelas pasti berbeda-beda. Ada yang lancar dan mungkin ada pula yang tersendat-sendat. Hal ini bergantung pada kemampuan (skills) guru yang mengajar dan murid yang diajarnya. Ada beberapa fenomena yang harus kita renungi juga. Misalkan di kelas ada guru yang cerdas, sedangkan murid-muridnya lamban menerima pelajaran, karena sejatinya tidak ada siswa bodoh. Maka proses belajar harus dilakukan dengan ‘bekerja keras’. Berbeda dengan yang satu ini. Jika di ruang kelas terdapat guru yang cerdas dan murid yang cerdas pula, maka kemungkinan proses belajarnya sangat lancar dan hasilnya baik. Namun, ada beberapa tantangan yang harus dipikirkan oleh guru, apakah hanya sebatas ini target yang dicapai?

Lantas bagaimana jika gurunya tidak cerdas, sedangkan muridnya cerdas? Hal ini bisa saja terjadi di kelas. Dalam mengajar sang guru kurang memahami materi pelajaran. Dia mengajar tapi tak pernah paham apa yang dia ajarkan. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, kita harus terus menerus meningkatkan pemahaman dan skill  dalam mengajar dengan mengasah kecerdasan dan menambah wawasan. Dan terakhir yang palig celaka adalah pabila di sekolah terdapat para guru yang tidak cerdas pun siswanya lamban menerima pelajaran. Sudah bisa ditebak hasilnya. Laksana angin dimasukkan ke dalam botol, maka yang akan keluar pun berupa angin. Lantas kita sebagai guru masuk kategori yang mana? Sudah pantaskan kita menjadi guru sukses dan terbaik di abad 21 ini?

Ketika kita mendengar atau melihat langsung murid kita sukses dalam belajar, bahkan mencapai cita-cita mereka, kita tidak perlu merasa iri. Justru kita harus bergembira dan bangga. Mengapa? Karena kesuksesan mereka pada hakikatnya adalah kesuksesan kita sebagai guru. Apa yang kita lakukan selama ini tidaklah sia-sia, terbukti membuahkan hasil yang membanggakan. Untuk semua guru di Indonesia, mari terus berikan inspirasi untuk semua murid kita. Dari materi pelajaran yang kita jelaskan dan demonstrasikan, murid menjadi terinspirasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan semangat meraih cita-cita mereka.

No comments:

Post a Comment